TEMPO Interaktif, Jakarta - Kerisauan orang tua dan lingkungan kampus atas maraknya gerakan Islam radikal yang menyusup ke bangku perguruan tinggi tak membuat hati Nursyabani Katjasungkana resah. Ditemui pekan lalu di sela pertunjukan Opera Tan Malaka di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Mbak Nur--demikian ia biasa disapa--tampak tenang. "Aku sudah menyelamatkan buah hatiku sejak mereka berusia dini," kata aktivis perempuan ini sambil tersenyum.
Wanita kelahiran 7 April 1955 itu menuturkan, sejak awal selalu menjadikan anak-anaknya sebagai pusat kehidupan. Maksudnya? "Sesibuk apa pun, bahkan ketika ada begitu banyak pekerjaan saya, seperti deadline menulis artikel, rapat di sana-sini, aku selalu menomorsatukan mereka. Bagiku, anak-anak di atas segalanya," kata dia.
Kemudian, diceritakan Mbak Nur, rumahnya menjadi pusat kegiatan bermain dan belajar bagi anak-anak. Dia menyediakan semua kebutuhan demi buah hatinya, mulai makanan, buku bacaan, hingga film. Bahkan tembok rumah yang dicorat-coret atau berbagai barang pecah-belah yang sering terjatuh dan rusak tidak dihiraukan. "Aku selalu menggendong, memangku, atau berdiskusi untuk menghentikan pekerjaan sesaat demi mereka."
Bila ada waktu luang, ibu empat anak ini selalu memilih waktu bercengkerama, baik untuk melakukan aksi masak, makan, menonton, maupun berdiskusi. "Aku enggak pernah khawatir dengan perilaku mereka di luar rumah. Sebab, aku sudah melakukan tindakan menyelamatkan mereka sejak dini," ujarnya.
HADRIANI P