Pertunjukan ini merupakan pentas kedua mereka menampilkan teater garapan para pekerja seni perempuan. Mereka mengambil tema Panggung Dari Perempuan 2 : Yesterday Once More. "Komunitas Peqho merasa sutradara maupun penulis perempuan sangat perlu diapresiasi," kata produser sekaligus desainer kostum komunitas Peqho, Mima Yusuf, usai pertunjukan.
Konsep pertunjukan malam itu adalah menampilkan tiga garapan besar karya sutradara, musisi maupun koreografer perempuan. Tiga garapan besar itu adalah pertunjukan teater tari berjudul Me, Seruas Dengan Tanda Kutip karya koreografer Yuniati Arfah. Selanjutnya adalah pertunjukan teater realis karya Sari W. Suci berjudul Satu Hari, dan sebuah dialog musik bertajuk Perempuan Itu Cina karya musisi Mery Kasiman.
Peqho sengaja memilih ketiga sutradara dengan latar belakang yang berbeda. "Agar karya lebih variatif," ujar Mima. Mereka membiarkan para sutradara tersebut membaca dan menginterpretasikan masa lalunya yang kemudian tergambar dalam karya tersebut.
Tiap jeda garapan besar, panggung tak dibiarkan kosong. Sambil menunggu persiapan untuk repertoar selanjutnya, panggung diisi sketsa-sketsa kecil yang sarat humor. Pada pertunjukan malam pertama, aktor Epy Koesnandar unjuk diri. Komedian yang pernah berperan sebagai satpam dalam opera Suami Takut Istri ini melakonkan seorang ayah yang mengasuh balitanya. Adapun istrinya sibuk bekerja.
Dengan tampilan baju daster, Epy nampak kerepotan. Sebab, ia harus beradu peran dengan seorang balita yang tentu belum mengenal dialog atau atribut panggung apapun. Alur cerita mengalir begitu saja. Berkali-kali penonton dibikin terpingkal-pingkal melihat adegan yang hanya 5 menit itu.
Selain itu, sebelum pertunjukan dimulai, di luar gedung teater diadakan bazar dan pertunjukan kecil dari PQHOMime dan orkes Sindikat Senar Putus.
Gelaran yang melibatkan sekitar 70 orang sebagai pemain dan juga tim produksi ini telah mempersiapkan diri sejak Januari 2010. "Mestinya pertunjukan digelar April. Karena sesuatu hal sehingga tidak memungkinkan. Kami berharap acara ini bisa diadakan annual," ujar Mima.
Tahun lalu, komunitas Peqho menampilkan garapan serupa. Bedanya, pada saat itu mereka melibatkan empat sutradara dan penulis perempuan. Selain itu, tema yang dipilih lebih bebas.
ISMI WAHID