TEMPO.CO, DEN HAAG - Dinginnya udara Den Haag tak membuat suasana di Koninklijk Conservatorium juga dingin. Aksi Dwiki Dharmawan dan kawan-kawan menghangatkan suasana gedung Juliana van Stolberglaan pada Jumat, 20 November 2015 malam.
Dwiki Darmawan, Tohpati (gitar), Elfa Zulham (drum), Kevin Joshua (bass), Sigit Arditya (biola), dan Ade Rudiana (kendang), serta penyanyi Dira Sugandi tampil dalam "Indonesia Jazz Night" yang digelar Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Belanda.
Karya pertama yang menggebrak adalah 'Jazz for Freeport'."Karena lagi heboh," kata Dwiki Darmawan, ditemui seusai beraksi di atas panggung. Belakangan ini di Indonesia memang tengah hangat diperbincangkan kisruh perusahaan tambang emas dan tembaga di Papua ini.
Karya yang dibuat Dwiki Darmawan pada 2008 ini terinspirasi dari ketidakadilan di Indonesia, terutama setelah ia berkunjung ke Papua dan melihat kemiskinan yang luar biasa. "Ini doa dari saya, semoga ke depan tidak banyak yang di-Freeport-kan," kata pria 49 tahun ini melanjutkan.
Setelah menampilkan karya 'Paris Barantai', Dwiki Darmawan memanggil penyanyi Dira Sugandi untuk menyanyikan lagu 'Ie'. Dengan suaranya yang sangat kuat, Dira menyanyikan lagu rakyat Nusa Tenggara Timur ini dengan indah.
Kemudian Dwiki Darmawan mengundang gitaris Tohpati untuk memainkan 'Frog Dance'. Karya ini lahir dari insipirasi suara kodok yang didengar Dwiki saat berlibur ke Ubud, Bali.
Dira kembali ke panggung menyanyikan lagu 'Lukisan Pagi'. Menyusul 'Whale Dance', 'Pasar Klewer', 'Bubuy Bulan', 'Lamalera’s Dream', 'Arafura', dan 'The Spirit of Peace'. Dira kembali unjuk suara dalam lagu 'Bubuy Bulan' dan 'Lamalera’s Dream'.
'Pasar Klewer' adalah karya baru Dwiki Darmawan yang baru direkam di London Juni lalu. "Akan dirilis Mei tahun depan," kata Dwiki.
Pada saat 'Arafuru' diperdengarkan, pemain kendang, Ade Rudiana, mengajak penonton berinteraksi sehingga pentas sangat hidup. Penonton diminta bertepuk tangan mengikuti gendangannya. Hingga terakhir, penonton tak mampu menirukan gerakannya.
Namun ketika Dwiki Darmawan menutup pertunjukan setelah 'The Spirit of Peace', penonton berteriak, "more...more...”. Padahal para pemain musik dan Dira sudah mendapatkan karangan bunga.
Akhirnya, mereka kembali memegang alat musik masing-masing. Karya 'Numfor' pun terdengar. Dwiki Darmawan mendapatkan inspirasi untuk karya ini saat dia transit di Numfor, Biak, sebelum menuju ke Los Angeles, Amerika Serikat.
Pertunjukan Dwiki Darmawan di Den Haag ini bukanlah yang pertama kalinya di Belanda. Pada 2005, Dwiki tampil dalam ajang North Sea Jazz Festival di Rotterdam.
Untuk pertunjukan ini, Dwiki Darmwan dan teman-teman telah bersiap sejak tiga bulan lalu. Lagu-lagu pun dipilih dengan baik dan bukannya tanpa alasan. "Saya memilih campuran lagu-lagu Indonesia atau folksong," kata Dwiki. "Spirit jazz dan ke-Indonesia-an bersatu di sini."
Menurut Kuasa Usaha Ad Interim KBRI di Den Haag, Ibnu Wahyutomo, jazz dipilih untuk menunjukkan bahwa Indonesia tidak hanya menonjol dalam urusan lagu-lagu atau seni tradisional. Azis Nurwahyudi, Minister Councellor Penerangan, Sosial, dan Budaya KBRI, menyatakan, seluruh kursi yang disediakan, yakni 375, penuh terisi. "Kita banyak menolak permintaan undangan karena memang sudah penuh."
Penonton memang sangat antusias. Tepuk tangan meriah dan panjang menutup penampilan Dwiki Dharmawan & Friends.
Purwani Diyah Prabandari (Den Haag)