TEMPO.CO, Jakarta - Banyak kritik dilontarkan dalam setahun masa pemerintahan pasangan Presiden Joko Widodo dan Wakilnya Jusuf Kalla. Namun dramawan dan sutradara kondang Nano Riantiarno tak ingin tergesa-gesa melontarkan kritikan. Dia menyadari masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan Joko Widodo.
“Saya melihat dia masih berusaha. Kenapa asap banyak? Dolar naik? Kayaknya dia tenang-tenang aja. Kenapa penanganannya lama banget?” ujar Nano Riantiarno saat ditemui di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta, Kamis, 29 Oktober 2015.
Meski begitu, boleh dibilang Nano Riantiarno masih bersabar dengan pemerintahan Jokowi yang baru satu tahun ini. Namun, jika kinerja pemerintah tidak membaik sampai tahun depan, Nano Riantiarno menegaskan melontarkan kritikan pedasnya.
“Mungkin dia (Jokowi) masih meletakkan pondasi. Kita lihat tahun kedua. Kalau masih begitu, negara masih kacau, saya akan mainkan Opera Kecoa,” ujar pria 66 tahun kelahiran Cirebon itu.
Di era Orde Baru, Nano Riantiarno bersama Teater Koma, memang dikenal sebagai tokoh yang getol mengkritik pemerintah. Lakon seperti Opera Kecoa, Opera Ikan Asin, Wanita-wanita Parlemen, dan Suksesi, menjadi lakon yang berhasil membuat pemerintah saat itu gusar.
Lakon Opera Kecoa bisa dibilang sebagai karya Nano Riantiarno yang paling keras. Pada 1985, naskah ini pertama kali dipentaskan di Taman Ismail Marzuki (TIM) selama 14 hari, penontonnya membludak. Ketika dipentaskan di Bandung, pementasan Opera Kecoa sempat menerima ancaman bom. Pada 1990, pementasan uji coba Opera Kecoa untuk persiapan ke Jepang juga sempat dibubarkan polisi karena Teater Koma dianggap tidak mendapat izin untuk tampil di TIM.
Nano Riantiarno, dramawan sekaligus pendiri Teater Koma, terakhir kali bertemu langsung dengan Presiden Joko Widodo alias Jokowi ketika Jokowi masih menjabat sebagai Wali Kota Solo.
LUHUR TRI PAMBUDI