TEMPO.CO, Bandung - Seniman Bandung, Wibi Rizqi Triadi, 27 tahun, tengah menggelar pameran tunggal perdana berjudul "Totem of the Earth Crust" di Galeri Institut Francais Indonesia (IFI) Bandung, pada 17-24 Oktober 2015. Sementara biasanya pengunjung galeri bisa secara dekat menikmati suatu karya seni, kali ini pengunjung malah dilarang memasuki area pameran. Mereka hanya bisa menikmatinya dari kejauhan melalui jendela dan pintu kaca.
Karya seni instalasi itu berkisah tentang sejarah dan perkembangan sebuah daerah penghasil timah besar di Pulau Bangka, tempat Wibi dibesarkan. Dia menyusun karyanya menjadi tiga bagian yang berlapis. Di lantai galeri terhampar tanah dan rerumputan berbentuk huruf "Q", dengan garis lintasan seperti di lapangan atletik. Lembaran seng mengisi bagian tengahnya. Di atasnya terdapat segunduk tanah dan pohon kamboja kecil, lalu bagian teratas berupa talang air.
“Idenya sejak 2012, ketika pulang dari Bangka, setelah riset dan mengamati kondisi di sana,” ujar lulusan design and multimedia dari Swinburne University di Melbourne, Australia, itu.
Pertambangan dilakukan untuk mengeksplorasi hasil bumi, membangun status sosial, dan mengubah masyarakat dengan hadirnya para pekerja tambang. Dari penelusuran naskah lama, kata Wibi, penambangan timah di Bangka sudah ada sejak abad ke-12. Setelah itu, pertambangan dikuasai penjajah. Mereka pun menguasai komoditas rempah di sana seperti merica. “Setelah diperkirakan pada 2030-2040 timah habis, masyarakat akan bagaimana,” katanya.
Totem of the Earth Crust dapat dimaknai sebagai patung penanda suatu masa tentang upaya masyarakat di area pertambangan dalam mengakumulasi kekayaan dan status sosial melalui aktivitas pertambangan. Wibi memakai rumput, tanah, bunga kamboja, seng, cat, dan kawat baja, yang mewakili unsur di sekitar lingkungan pertambangan.
Penyajian karya itu cukup unik. Wibi mengurung karya dalam galeri yang luasnya kira-kira separuh ruang kelas sekolah, seperti benda arsip dalam etalase kaca berukuran besar. Pengunjung pameran dilarang masuk dan hanya bisa melihatnya dari jendela serta pintu kaca.
Jendela dan pintu itu pun menjadi bagian dari karya di dalam galeri. Wibi menuliskan kalimat "Is a poetry of existence" secara berulang-ulang dan terbalik arahnya dari kanan ke kiri. Saat pembukaan pameran, Sabtu sore, 17 Oktober 2015, ia menggelar pertunjukan seni dengan cara melanjutkan kalimat tersebut di pintu kaca. Pada bagian akhirnya, ia menulis "like echoes from a distance past".
ANWAR SISWADI