TEMPO.CO, Yogyakarta - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta bekerja sama dengan Sanggit Citra Production membuat film dokumenter-drama tentang komedian legendaris Basiyo. Film berjudul Basiyo mBarang Kahanan diluncurkan di Taman Budaya Yogyakarta, Rabu malam, 2 September 2015.
Basiyo, tokoh dagelan Mataram, lahir di Yogyakarta, pada 1916. Ia meninggal pada 31 Agustus 1979 dan dimakamkan di Pemakaman Umum Terban, Yogyakarta. Sepanjang kariernya sebagai komedian, Basiyo melahirkan lebih dari seratus judul karya dalam bentuk pita kaset dan data digital yang hingga kini masih dikenal sebagian masyarakat. Di antaranya yang cukup populer adalah mBecak dan Maling Kontrang-kantring.
Sutradara Triyanto Hapsoro mengatakan film ini didasarkan pada cerita nyata kehidupan Basiyo.
Lewat film berdurasi 38 menit itu, ditampilkan sisi lain kehidupan Basiyo. Selain melalui riset dan penggalian dokumen, kisahnya dibangun dari cerita tiga narasumber yang bergaul dengan Basiyo, yakni Harto Basiyo, putra Basiyo, serta dua seniman ketoprak: Widayat dan Andjarwani.
“Kadang kita tertawa (mendengar banyolan Basiyo), tapi kadang juga miris,” ucap Harto.
Itulah Basiyo. Ia banyak menjadikan pengalaman hidupnya serta kisah orang di sekitarnya sebagai tema lawakannya. Ia mengkritik dan menertawakan hidupnya sendiri. Toh, di luar panggung, Basiyo, ujar Harto, adalah orang yang serius. Ia jarang bercanda dengan keluarga dan teman-temannya. “Tapi anehnya, (dalam lawakan) Bapak bisa membuat orang lain tertawa,” tuturnya.
Belakangan, pola dagelan Basiyo banyak mempengaruhi gaya lawakan para pelawak generasi berikutnya. Semisal kelompok Srimulat dan S. Bagyo.
Dalam film ini, tokoh Basiyo dimainkan Sugeng Surono. Di sini letak tantangan film ini. Sugeng harus memainkan karakter Basiyo secara visual dan audio. Sedangkan tokoh yang ia mainkan selama ini dikenal hanya lewat citra audio (rekaman suara). Apalagi, menurut Sugeng, “Saat masa kejayaan Basiyo, saya tidak pernah tahu,” kata Sugeng.
Produksi Basiyo mBarang Kahanan melibatkan setidaknya seratus pemain, termasuk figuran. Lokasi syutingnya antara lain kampus Universitas Widya Mataram, Studio Puskat, dan sekitarnya.
Kepala Seksi Perfilman Dinas Kebudayaan DIY Sri Eka Kusumaning Ayu menuturkan biaya produksi film tersebut mencapai Rp 300 juta. Rencananya, film itu digandakan dan dibagikan gratis kepada masyarakat.
ANANG ZAKARIA