TEMPO.CO , Jakarta: Trilogi komik legendaris "Sandhora" karya Teguh Santosa di tahun 1969 akan diterbitkan lagi dan diluncurkan dalam acara Preview Pameran Seni Komik Teguh Santosa di Warung Juminten, Jl. Kahuripan No.18 Kota Malang, Ahad, 24 Mei 2015 pukul 10.00.
Dhany Valiandra, putra kedua Teguh Santosa, mengatakan bahwa acara ini merupakan langkah awal menuju Pameran Seni Komik Teguh Santosa, Restrospeksi 1965-2000 di Malang. "Setelah karya komik Bapak dipamerkan di Singapura dan Jakarta, kami keluarga besar komikus Teguh Santosa ingin menggelar pameran seni komik Teguh Santosa di Malang sebagai daerah asal Bapak," katanya dalam pernyataan pers yang diterima Tempo, Kamis 21 Mei 2015.
Dalam acara ini nanti mereka akan memamerkan sejumlah komik Teguh dan meja kerja Teguh saat mengerjakan komiknya. "Juga remastered Trilogi Sandhora karya Teguh Santosa akan kami suguhkan," kata Dhany.
"Sandhora" adalah karya Teguh Santosa yang paling popular. Ini adalah trilogi roman sejarah. Bagian pertama, "Sandhora", terbit pada 1969, yang terinspirasi film "Angelique". Bagian kedua berjudul "Mat Roman" (1971) dan bagian penutupnya "Mencari Mayat Mat Pelor" (1974).
Teguh Santosa lahir di Malang, 1 Februari 1942. Orang tuanya, Soemarmo Adji dan Lasiyem, adalah pemilik grup ketoprak tobong "Krido Sworo". Teguh bersekolah di SMAN 4 Malang dan belajar melukis secara otodidak. Tahun 1966 dia hijrah ke Yogyakarta dan bergabung dengan Sanggar Bambu. Dia berguru kepada Kentardjo, Soenarto PR dan sastrawan Kirdjomulyo.
Baca Juga:
Sebelum jadi komikus, Teguh pernah bekerja sebagai ilustrator di majalah Gelora, Si Kuntjung, dan Post Minggu. Di era 1970-an komik "Sandhora"-nya telah menempatkan namanya dalam jajaran komikus papan atas di Indonesia. Puluhan komik telah lahir dari tangannya, seperti trilogi "Badai dan Asmara di Teluk Tiram", "Satria Kilat Kejora", "Anyer Panarukan", "Pendekar Pilihan Dewa", dan "Majapahit Membara". Pada 25 Oktober 2000 Teguh menghembuskan napas terakhirnya dan dimakamkan dekat peristirahatan ibunya di Desa Nongkojajar di lereng pegunungan Tengger.
IWANK