TEMPO.CO , Makassar: Guru besar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Hasanuddin, Profesor Nurhayati Rahman, memperkirakan 20 tahun ke depan Lontaraq tak lagi dikenal. Berdasarkan hasil seminar internasional kebudayaan tentang huruf-huruf yang mengalami ancaman kepunahan di Asia Tenggara, Februari lalu, Lontaraq dinilai tak akan bertahan lama.
Saat ditemui di kediamannya, Selasa dua pekan lalu, 9 September 2014, Nurhayati mengatakan ada tiga hal yang menyebabkan Lontaraq mulai ditinggalkan. Pertama, masyarakat merasa rendah diri. Takut dianggap kolot kalau berbahasa daerah. Padahal, untuk tetap melestarikan Lontaraq, masyarakat semestinya intens berbahasa Bugis.
Baca Juga:
“Bagaimana mau dituliskan kalau sudah tidak ada lagi yang pakai. Jangankan bahasa Bugis kuno, bahasa Bugis modern saja masih banyak remaja-remaja sekarang yang tak tahu,” tuturnya.
Penyebab kedua adalah masuknya teknologi industri pop, yang membuat masyarakat lebih memilih perkembangan budaya asing. Yang terakhir adalah pengaruh globalisasi, di mana budaya luar begitu mudah masuk dan menggantikan budaya lokal. Masyarakat lebih condong menirukan gaya Barat dibanding bangga atas kearifan lokal tempat mereka menetap.
Nurhayati mengajak para pemuda untuk bangga akan diri mereka. Bagi dia, bangsa yang besar adalah bangsa yang percaya pada potensinya, termasuk kebudayaan. Terlebih, Bugis-Makassar yang punya “kekayaan” budaya. Bahasa, tulisan, peninggalan-peninggalan sejarah lainnya sebagai bukti konkret.
I La Galigo adalah salah satu bukti konkret. Kini 12 jilid transkripnya disimpan dan dirawat dengan baik oleh pemerintah Belanda. Ada juga beberapa potongan episode yang beredar di negara lain, seperti di University of Harvard Amerika Serikat. (Baca juga: http://www.tempo.co/read/news/2014/09/18/113607766/I-La-Galigo-Mitologi-Sarat-Perdamaian)
Naskah I La Galigo adalah salah satu karya sastra yang ditulis dengan aksara Lontaraq—warisan budaya dunia yang telah diakui oleh UNESCO, badan dunia yang menangani masalah pendidikan, keilmuan, dan kebudayaan. Karya ini terdiri atas 300 ribu bait, salah satu karya sastra terpanjang, melebihi karya fenomenal Mahabharata dan Ramayana dari India yang hanya sekitar 150 ribu bait.
SUTRISNO ZULKIFLI
Berita lain:
Terduga Pembunuh Tiga Remaja Israel Tewas Ditembak
Cathay Pacific Akan Gelar Travel Fair Surabaya
Besok Didemo FPI, Ahok: Aku Sudah Biasa