TEMPO.CO, Mataram - Proses hukum artis Raffi Ahmad belum juga diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Kejaksaan mengembalikan berkas perkara Raffi kepada Badan Narkotika Nasional dan dinyatakan belum lengkap.
Kepala Pusat Penelitian Data dan Informasi BNN, Brigadir Jenderal Darwin Butar Butar mengatakan berkas Raffi belum dinyatakan lengkap, karena jaksa menilai zat narkoba yang dipakai Raffi belum tercantum dalam Undang-undang Narkotika. "Jaksa menilai zat Katinone itu belum ada di UU yang jadi dasarnya," kata Darwin dalam acara Sosialisasi hasil Penelitian BNN di Lombok Raya Hotel, Mataram, Nusa Tenggara Barat, 11 September 2013.
Padahal, dia melanjutkan, jika sudah ada penelitian yang menyatakan bahwa zat itu merupakan narkoba, maka sudah dapat dipakai tanpa perlu menunggu masuk UU. "Dasar penelitiannya ada, hasil lab-nya juga tidak sembarangan, kalau Katinon itu termasuk dalam narkoba golongan I," ujarnya.
Darwin menjelaskan, BNN telah mengajukan 21 jenis narkoba baru agar dicantumkan di dalam Undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. "Masih diproses Kementerian Hukum dan HAM, sudah kami ajukan," ujarnya.
Darwin enggan merinci apa saja jenis narkoba yang termasuk baru itu. Namun, ia memastikan zat narkoba yang digunakan artis Raffi Ahmad termasuk dalam 21 zat baru tersebut. "Salah satunya zat katinone yang dipakai Raffi," katanya.
Raffi Ahmad ditangkap BNN pada 27 Januari 2013, saat BNN melakukan penggerebekan di rumah Raffi, Jalan Gunung Balong Kavling VII Nomor 16 I, Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Rafii dinyatakan positif menggunakan narkoba zat baru yakni 3,4 methylenedioxymethcathinone atau biasa disebut methylone.
Raffi kemudian ditangguhkan penahanannya seusai menjalani rehabilitasi selama tiga bulan di Pusat Rehabilitasi Lido, Sukabumi, Jawa Barat. Hingga saat ini BNN masih melakukan pemberkasan terhadap kasus Raffi. BNN menyakini bahwa methylone, sama dengan cathinone (katinon), sehingga termasuk dalam golongan I UU Narkotik.
"Supaya tidak ragu lagi dan dengan melihat struktur dari katinon, bahwa metylone ini masuk kedalam katinon atau sama dengan katinon, karena induknya katinon. Berarti sudah masuk dalam UU narkotika golongan 1," kata Ahli Kimia Farmasi BNN, Komisaris Besar Mufti Djusnir, Kamis 31 Januari 2013.
Menurut Mufti, katinon merupakan bukan barang baru, karena sudah ditemukan lebih ada di Eropa. "Ini bukan baru atau istilahnya barang baru stok lama. Tapi di Indonesia ini (katinon) tidak digunakan," ujarnya.
Dia menjelaskan, efek atau dampak yang ditimbulkan jika mengkonsumsi methlone hingga sampai kematian. Sebab, methlone atau katinon lebih berbahaya dari ekstasi (MDMA) dan sabu. "Efeknya bisa sebagai stimulan atau menimbulkan kejang. Apabila dosisnya tinggi dan kejangnya semakin kuat maka senyawa methlone dapat menyebabkan keram jantung hingga kematian," ujarnya.
AFRILIA SURYANIS
Berita Lain:
Amien Rais Ragukan Nasionalisme Jokowi
Parodi Vicky Prasetyo Heboh di YouTube
Begini Isi Surat Vicky Prasetyo di Penjara
Vicky Prasetyo Mau Mengendalikan Suasana Hati