TEMPO.CO, Yogyakarta- YOGYAKARTA: Belasan unit pendingin ruangan di Hall Bulaksumur University Club UGM tak mampu meredam naiknya suhu di dalamnya pada Sabtu malam, 1 Juni 2013. Ratusan perantau dari Aceh di Yogyakarta, yang mayoritas pelajar dan mahasiswa, memadati ruangan seluas separuh lapangan bola itu.
Malam itu, Himpunan Mahasiswa Nangroe Aceh Darussalam (Himanad) UGM menghelat pentas seni yang memancing suasana nostalgik bagi mayoritas penonton. Himanad mengemas acara itu dalam tema Seni Budaya Aceh Untuk Indonesia (SEUDATI).
Ketika Tempo baru saja memasuki ruangan itu, si penutur hikayat terkenal asli Sabang, Pmtoh, sedang memulai pementasannya. Tiba-tiba, Tempo menerima pertanyaan yang membuat kikuk dari seorang mahasiswi "Dari Aceh juga?"
Tentu saja, jawaban dari Tempo, "Tidak, hanya tertarik saja dengan seni Aceh," langsung membuat si penanya kembali memilih lanjut menikmati humor Pmtoh. Ketika Tempo berpindah tempat untuk mendekat ke panggung, pertanyaan serupa muncul dari pengunjung lain. "Obat kangen kampung," kata Rina, mahasiswi asal Aceh, salah satu penonton.
Malam itu, pementasan sejumlah kesenian lokal Aceh, disajikan secara bergiliran oleh beberapa komunitas mahasiswa Aceh di Yogyakarta. Pada setiap jeda antar pementasan, Pmtoh mengisi dengan bertutur hikayat.
Aksi Pmtoh hanya berbekal atribut ala kadarnya. Satu meja untuk tempat perlengkapan ilustrasi cerita dan sebuah kardus ukuran jumbo. Isi kardus barang tak lazim. Misalnya, sapu lidi, tas plastik kresek, tutup baskom, patung raja ala jawa ukuran kecil hingga kertas karton yang digulung panjang.
Hanya berbekal barang sepele itu plus gaya bertutur khas, Pmtoh berhasil mengocok perut penonton. Saat dia mengumpakan pohon kelapa di pantai Aceh dengan sapu lidi terbalik saja, pengunjung terbahak.
Pmtoh lihai menggali ingatan warga Aceh di Yogyakarta terhadap kampungnya. Cerita pertama yang dia sampaikan ialah tentang kisah Inong, calon mahasiswi Aceh yang hendak kuliah di Yogyakarta.
Pmtoh memulainya dengan ilustrasi lingkungan pesisir Aceh yang banyak ditumbuhi pohon kelapa. Berlanjut ke Inong yang berat berpisah dengan pacarnya ketika akan ke Yogyakarta. Kebetulan, kata Pmtoh, pacar Inong PNS yang tak mungkin menguntit bunga hatinya hingga ke Jawa.
Apa daya, Inong pun harus berangkat belajar ke Yogyakarta. Pmtoh mengilustrasikan keberangkatan itu dengan pesawat mungil berbahan potongan kardus. Dia menngiringi terbangnya pesawat dengan tas plastik kresek warna putih. Simbol awan. Tanda pesawat Inong sampai di Yogyakarta ialah saat patung raja jawa kecil naik ke meja. Adegan ini membuat penonton makin terpingkal.
Tak berhenti di situ. Pmtoh menyegarkan suasana dengan memberi pamungkas kisah lucu. "Tak sampai seminggu, Inong punya pacar baru," ujarnya dengan gaya tutur memanjangkan bunyi huruf kata terakhir. Penuturan kisah Pmtoh ini menjadi jeda sebelum sebuah pementasan Tarian Likok Pulo. Pementasan itu disuguhkan dengan apik oleh Forum Aneuk Atjeh STTA (FANS).
Modifikasi gerakan delapan penari yang duduk dan saling bergantian silang menyilang menggerakkan tangan dan badan ke belakang, bawah dan depan, tersaji apik tanpa cela. Gerakan rancak dan padu membuat tepuk tangan penonton berhamburan setiap nada pengiring tari meninggi yang diikuti gerakan tarian makin cepat.
Di bagian jeda pentas lainnya, Pmtoh hadir bersama kisah penyerbuan Pasukan Belanda ke Aceh. Lagi-lagi Pmtoh mengocok perut penonton saat mengilustrasikan kapal belanda dengan kardus. Meriamnya dari gulungan karton. Bom meriam dari gumpalan plastik.
Isi cerita Pmtoh memang serius. Soal serbuan Belanda yang membuat pusat kasultanan Aceh hancur dan Masjid Baiturrahman terbakar. Tapi, gerak-gerik Pmtoh memeragakan jalannya perang, tetap saja mengundang tawa gemuruh seisi ruangan Hall Bulaksumur.
Meski begitu, tak semua pentas di acara ini berjalan sempurna. Di satu sesi, ketika ada peragaan tarian dengan gerakan tubuh enam penari yang saling silang, atau agak mirip Likok Pulo, terjadi ketidakkompakan. Hasilnya ada satu penari di tengah yang hampir terjengkang ke belakang karena kepalanya terantuk bentangan lengan rekan penari lain.
Namun, kesalahan seperti itu tidak mengundang cemoohan penonton. Ratusan tepuk tangan memberi semangat justru diberikan oleh penonton untuk para penari.
ADDI MAWAHIBUN IDHOM