TEMPO.CO, Jakarta - Dua tubuh berkaki empat yang hanya memakai cawat lengket menyatu. Sorotan lampu dari sisi kanan memperlihatkan hanya satu kepala dengan kedua tangannya yang bergerak-gerak. Seorang lelaki berjas abu-abu datang menyalami tangan mereka lalu berusaha memisahkan kedua tubuh itu. Ada pergumulan kecil, sampai akhirnya mereka berdiri tegak dan mengobrol entah apa. Semua gerakan tubuh itu berjalan tanpa suara.
Keheningan baru pecah setelah seorang perempuan menghentakkan kakinya. Ia berhasil mencuri perhatian ketiga lelaki itu walau sesaat. Selanjutnya ia bernyanyi lagu berbahasa Jerman sambil berjalan melingkar dengan rambut terikat tali panjang.
Adegan itu membuka pementasan tari berkonsep teater yang berjudul Zweiland (dua negara). Karya salah seorang koreografer kondang asal Jerman, Sasha Waltz, itu dimainkan kelompok Sasha Waltz & Guests di gedung Taman Budaya Jawa Barat, Bandung, Senin malam, 5 Maret 2012. Tarian selama satu jam tersebut dipentaskan keliling di tiga kota di Indonesia dalam program Jerman-Indonesia (Jerin) pada Maret ini. Di Jakarta pada 1 Maret lalu, kemudian di Surakarta pada 9 Maret 2012.
Baca Juga:
Zweiland bukan tarian biasa yang monoton dengan liukan tubuh dan musik dari awal sampai akhir. Pertunjukan yang melibatkan tiga penari perempuan dan empat lelaki itu dibangun oleh cerita kehidupan di jalan. Jalanan itu dihuni para pedagang kios hingga pelacur. Tempat itu juga lokasi memadu kasih, tempat bermain, dan mencari kawan berkeluh kesah. Namun tak ada suara bising klakson kendaraan atau kesibukan lalu lintas. Zweiland lebih fokus pada hidup keseharian manusianya, tapi dibalut dengan imajinasi dan kisah sureal.
Hasilnya berupa tarian seperti balet dan dansa yang memadukan gerak tubuh sehari-hari, seperti duduk, berjalan, melompat, dan naik tangga. Beberapa gerakan yang mengundang tawa juga diselipkan hingga aksi akrobat seperti di acara sirkus. Misalnya ketika sepasang penari lelaki tiduran sambil bertumpu pada dua gawang kecil di bagian leher dan kaki mereka selama beberapa menit.
Sebuah tarian yang agak menegangkan juga ditampilkan di atas meja. Gerakan sepatu berhak tinggi seorang penari perempuan di antara sela jari tangan seorang penari lelaki seperti pada permainan pisau.
Lewat Zweiland, Sasha Waltz ingin menyatukan sekaligus juga memisahkan orang atau suatu peristiwa hingga melahirkan kelucuan serta keputusasaan. Tata panggung yang minimalis membuat para penari leluasa menjelajah panggung.
Penata panggung, Thomas Schenk, hanya menempatkan papan kayu pada latar hingga menyerupai tembok besar. Boleh jadi ini merupakan simbol tembok Berlin yang pernah memisahkan dua negara, Jerman Barat dan Jerman Timur. Dinding itu baru diruntuhkan dua tahun sesudah Zweiland dipentaskan perdana pada 25 September 1997.
Sepanjang pertunjukan, gerakan tari yang mengesankan juga muncul saat para penari memainkan properti kios. Panel berbahan kayu dan baloknya dengan sigap dibongkar-pasang beberapa kali sambil menari dan bernyanyi. Penempatan dan perbedaan bentuknya mengalirkan imajinasi dan cerita sendiri.
Salah seorang penonton, Wawan Sofwan, mengatakan Zweiland terlihat lebih cair dan universal dibanding karya tari Sasha Waltz lainnya, seperti Korper. Lebih menonjolkan bentuk komunikasi tubuh penarinya, pertunjukan menjadi asyik dinikmati. “Banyak kejutan dan kita juga belajar banyak dari pemakaian properti panggung,” ujar sutradara kelompok Mainteater di Bandung itu.
ANWAR SISWADI