TEMPO.CO, Jakarta - Bintang layar lebar, Christine Hakim, kagum dengan film dokumenter Born to be Wild yang diproduksi Warner Bros dan IMAX Filmed Entertainment. Film tentang orangutan dan gajah yatim piatu itu dinilai berhasil mendulang perhatian dunia. "Amat menyentuh. Film ini menumbuhkan kepedulian," kata Christine seusai pemutaran perdana film Born to be Wild di Teater Imax Keong Emas Taman Mini Indonesia Indah Jakarta Timur, Senin malam, 20 Februari 2012.
Ia mengapresiasi ahli primata asal Kanada, Birute Galdikas, salah seorang dua tokoh utama di film itu, yang hidup puluhan tahun dengan orangutan di Kalimantan. Menurut Christine, tinggal dengan primata bukanlah hal mudah, kecuali dilandaskan cinta. "Saya amat salut dengan dedikasi Birute," ujarnya. Christine juga memberi acungan jempol untuk sudut pengambilan kamera di film tersebut. "Itu menyewa kameranya miliaran lo," kata Christine, yang pada malam itu memakai gaun hitam garis vertikal.
Ia menyarankan generasi muda Indonesia menyaksikan film berdurasi 40 menit itu. Tujuannya agar bisa mendalami warisan orangutan ini kelak. Christine juga meminta pemerintah memberi perhatian terhadap kondisi sejumlah konservasi orangutan di Kalimantan. "Generasi muda harus lihat. Tak kenal maka tak sayang," ujar orang Indonesia pertama yang menjadi juri Festival Film Cannes ini.
Selain karena diundang, kedatangan Christine ke Keong Mas didasari pada ketertarikannya membuat film dokumenter bertemakan alam. Saat ini ia sedang menggarap film dokumenter berdurasi 45 menit tentang panorama alam di Pulau Morotai, Maluku Utara. "Belum selesai. Sejak tahun lalu saya kerjakan," tutur perempuan 55 tahun ini. Christine juga berniat memfilmkan alat-alat musik tradisional, seperti angklung.
Born to be Wild diputar di ratusan teater Imax di 48 negara sejak pertengahan tahun lalu. Film ini menjadi fenomena karena telah ditonton jutaan pasang mata. Tidak cuma orangutan, film yang dinarasikan oleh aktor Hollywood, Morgan Freeman, ini menceritakan juga konservasi gajah di Kenya.
Pemutaran film ini di Indonesia diprakarsai Dino Patti Djalal, Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ia bekerja sama dengan organisasi Orangutan Foundation International (OFI) serta perusahaan sawit Sinarmas Group dengan Eka Tjipta Foundation selaku sponsor.
HERU TRIYONO