TEMPO.CO, Berlin- Hadiah Beruang Emas untuk film terbaik di festival film internasional Berlin, Berlinale 2012, diraih Cesare Deve Morire (Kaisar Mesti Mati) karya veteran dua bersaudara old crack Italia, Paolo dan Vitorio Taviani. Tak ada yang kaget tatkala ketua dewan juri, Mike Leigh, didampingi Direktur Festival, Dieter Kosslick, mengumumkan kemenangan film itu dalam malam gala di Berlinale Palast, kawasan Postdamer Platz, Berlin, Jerman, pada Sabtu, 18 Februari 2012.
Dewan Juri Berlinale 2012 diketuai sutradara Inggris, Mike Leigh. Anggotanya terdiri dari sutradara kontroversia Prancis, Francois Ozon; aktris Jerman, Barbara Sukowa; aktor Holywood, Jake Gyllenhaal; aktris Prancis, Carlotte Gainsbourg; penulis skenario Aljazair, Boualem Sansal; sutradara Iran pemenang Beruang Emas tahun lalu, Asghar Farhadi; dan sutradara Belanda, Anton Corbijn.
Karya Taviani bersaudara ini memang diakui para pengamat sebagai karya yang sangat kuat di berbagai segi. Sebelumnya Taviani bersaudara pernah meraih Palem Emas di Cannes pada 1977 untuk film Padre Padrone.
Cesare Deve Morire adalah sebuah drama dalam drama: dokudrama tentang pertunjukan Julius Caesar, karya klasik empu William Shakespeare, oleh para pesakitan di penjara untuk penjahat kelas berat Rebibbia di Roma. Para pemainnya adalah para penjahat berat betulan, mulai dari pembunuh, perampok hingga anggota mafia. Hukuman penjara yang mereka harus jalani antara 14 tahun hingga seumur hidup. Film ini terutama sangat spektakuler dalam menampilkan adegan-adegan latihan yang dijalani para narapidana itu di berbagai ruangan penjara.
Juri memberikan Grand Prix Juri kepada film Hungaria, Csaka Szel, karya Bence Fliegauf. Ini hadiah untuk film yang dianggap terbaik sesudah pemenang Beruang Emas. Csaka Szel (Sekadar Angin) juga memenangi Hadiah Perdamaian dan Hadiah Amnesty Internasional dalam pemilihan terpisah di ajang tersebut. Tak heran, karena Csaka Szel adalah sebuah film gelap dan getir tentang kaum Gipsi tanpa terjebak pada dramatisasi atau politisasi.
"Kemenangan ini," kata sutradara Fliegauf, "dipersembahkan bagi mereka. Semoga hal ini mendorong makin seriusnya upaya perbaikan nasib dan perlindungan kaum Gitana".
Adapun Beruang Perak untuk sutradara terbaik jatuh pada sutradara Jerman, Christian Petzold, lewat film Barbara. Penghargaan aktris terbaik disabet Rachel Mwanza untuk perannya sebagai Komona, serdadu perempuan bocah dalam Rebelle karya sutradara Quebec, Kanada, keturunan Vietnam, Kim Nguyen. Bocah Kongo berumur 14 tahun yang tak pernah main film itu mengalahkan favorit tuan rumah, Nina Hoss, yang tampil cemerlang dalam Barbara.
Adapun aktor terbaik adalah Mikel Boe Følsgaard untuk permainannya sebagai Christian, raja Denmark setengah gila dalam film thriller sejarah En Kongelig Affære karya Nikolaj Arcel. Ini cukup mengejutkan, karena yang banyak dijagokan justru adalah lawan mainnya di film itu, Mads Mikkelsen, yang bermain sebagai Johan Struensee. Film ini juga memenangi Beruang Perak untuk skenario terbaik oleh Nikolaj Arcel dan Rasmus Heisterberg. Adapun penata artistik terbaik jatuh pada Lutz Reitemeier dalam film Cina, Bai lu yuan (Kembang-kembang Perang) karya Wang Quan'an.
Sebuah penghargaan lain, Hadiah Alfred Bauer, diberikan kepada Tabu dari Portugal karya Miguel Gomes. Hadiah ini merupakan hadiah khusus untuk film yang membuka perspektif baru untuk film sebagai karya seni. Tabu memang memperkenalkan sejumlah pendekatan artistik yang unik. Dibuat dalam hitam-putih, film berlatar negeri fiktif jajahan Portugal di masa kolonial itu menggunakan dua format film. Bagian pertama diberi judul "Firdaus Yang Hilang" dibuat dalam format 35 mm, bagian kedua dengan judul "Firdaus" dibuat dengan format 16 mm. Jadi ada perubahan skala gambar yang kita rasakan langsung saat menonton. Bagian kedua juga berbentuk kilas balik dan ditampilkan setengah bisu. Seluruh dialog tak memunculkan suara sebagaimana film bisu, tapi narasi dan seluruh efek suara--mobil, gemersik angin, dan lainnya--dibuat bersuara.
Dalam pidato kemenangannya, sutradara Miguel Gomis menyatakan, "film ini sebetulnya saya buat dengan niat kembali ke masa lalu dengan teknik kuno. Ternyata saya keliru." Para hadirin yang memenuhi ruangan berkapasitas itu 1600 tempat duduk itu pun tertawa terbahak.
Penghargaan khusus (special mention) diberikan pada L'enfant d'en haut (Anak di Ketinggian, atau judul Inggrisnya, Sister) karya sutradara perempuan Prancis-Swiss, Ursula Meier.
Adapun wakil Indonesia, Kebun Binatang (Posctard from the Zoo) karya Edwin, belum berhasil memenangkan hadiah apa pun. Tetapi, Edwin dan kawan-kawan akan pulang ke Jakarta dengan kepala tegak, karena film ini tercatat dalam sejarah sebagai keikutsertaan Indonesia pertama di kategori kompetisi di salah satu dari empat festival internasional terbesar (yang lainnya adalah Academy Award, Cannes, dan Venesia).
Film yang dibintangi Ladya Cheryl dan Nicholas Saputra ini juga mendapat sambutan hangat penonton dan kritikus. Sehari setelah pemutaran di Berlin, kebanyakan media Jerman dan media internasional memberi tempat untuk ulasan Kebun Binatang jauh lebih besar ketimbang ulasan untuk film Bai lu yuan, yang secara tematik dan sinematografis tergolong kolosal. Film ini merupakan satu-satunya peserta kompetisi yang tidak bertumpu pada kekuatan cerita dan perwatakan, tapi lebih berbicara tentang kecantikan gambar dan permainan citra yang puitik.
GING GINANJAR (BERLIN)