TEMPO.CO, Jakarta - Novelis Andrea Hirata mempunyai mimpi yang tak main-main, yakni bisa menjadi orang Indonesia pertama yang meraih Nobel di bidang sastra melalui novel fenomenalnya, Laskar Pelangi.
"Saya seorang pemimpi dan tidak ada yang salah jika saya bermimpi," kata Andrea Hirata yang ditemui di Jakarta.
Pernyataan laki-laki asal Belitung itu tak terucap begitu saja dari bibirnya. Menurut dia, dengan diterbitkannya The Rainbow Troops (edisi internasional dari Laskar Pelangi) oleh penerbit Farrar, Straus and Giroux (FSG), membuka jalan agar bisa meraih penghargaan bergengsi itu.
"Penerbit itu bukan sembarang penerbit. Banyak peraih Nobel yang karyanya diterbitkan oleh penerbit itu. Selain itu buku yang diterbitkan pun setelah melalui seleksi ketat," ujar Andrea, Sabtu, 14 Januari 2012. Dengan demikian, langkah untuk meraih penghargaan itu semakin terbuka lebar.
FSG adalah penerbit ternama yang berdiri sejak tahun 1946 dan merupakan penerbit yang paling banyak menerbitkan karya para pemenang Nobel Sastra. Sebanyak 21 pemenang Nobel Sastra yang karyanya diterbitkan FSG antara lain TS Eliot, Pablo Neruda, Nadine Gordimer, Seamus Heaney, dan Mario Vargas Llosa yang mendapat Nobel Sastra 2010. Dengan kata lain, Andrea Hirata menjadi novelis Indonesia pertama yang karyanya diterbitkan oleh penerbit terkemuka Amerika Serikat ini.
"Saya merupakan satu-satunya orang Indonesia yang bisa menembus penerbit itu," ujar dia tanpa bermaksud menyombongkan diri.
Tahun lalu, Nobel Sastra diraih penyair Swedia berusia 81 tahun, Tomas Transtromer. Sastrawan Indonesia, Pramoedya Ananta Toer, semasa hidupnya berkali-kali dinominasikan untuk meraih penghargaan bergengsi itu. Namun kandas karena kalah suara dari sastrawan lainnya.
Hingga kini belum ada lagi pemenang dari Asia sejak Gao Xingjian yang kelahiran Cina meraih hadiah itu pada 2000.
BS | ANT