TEMPO Interaktif, Jakarta - Ahmad Fuadi sudah menjelajah 30 negara, dua kali sekolah pasca sarjana di luar negeri dan kini menjadi penulis buku terlaris Negeri 5 Menara. Tapi pria 39 tahun ini merasa ada yang kurang dalam hidupnya.
"Sebaik-baik manusia itu yang ada manfaatnya bagi orang lain," ujar dia ketika mengingat-ingat pesan sang ustad semasa berguru di Pondok Pesantren Gontor. Pesan-pesan itulah yang menjadi titik balik Fuadi untuk membentuk Komunitas Menara.
Fuadi sebenarnya berniat untuk mendirikan rumah sakit murah dan gratis, sekolah gratis dan yayasan sosial. "Tema besarnya giving back atau berbagi" kata mantan Fuadi yang ditemui di Plaza Senayan, Jakarta, Selasa 6 Desember 2011. Soalnya selama ini Fuadi merasa sudah diberi banyak kelimpahan dan berkah dari Yang Kuasa terhadap hidupnya.
Tapi ternyata kendala biaya, membuat Fuadi dan istrinya Danya "Yayi" Dewanti harus memilih salah satu fokus yang akan dikerjakan Komunitas Menara. Akhirnya jatuh ke Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Kenapa anak usia dini, Fuadi berujar karena masa pertumbuhan emas (golden age) ada di saat anak belum mencapai 6 tahun. "Karakter manusia itu tertanam di usia golden age," ujar dia.
Maka lahirlah PAUD Komunitas Menara yang berlokasi di belakang Bintaro Sektor Tiga, Tangerang. Pendidikan ini gratis bagi kaum dhuafa di kawasan tersebut. "Kedepannya sih pengen juga untuk SD dan SMP, tapi kami mulai dari ini dulu," kata alumnus Hubungan Internasional Universitas Padjajaran ini.
Komunitas yang tahun depan baru berulang tahun yang pertama, mengajarkan pendidikan karakter berbasis Beyond Centers and Circle Time. Jadi meski pendidikan yang dikelolanya gratis, Fuadi tak main-main untuk sistem pendidikannya. "Siapa tahu ada pemimpin negeri ini dari sini," ujar dia. Maka kini sekitar 80 hingga 90 persen dari royalti digunakan untuk operasional PAUD Komunitas Menara.
Biaya tersebut diambil juga untuk melatih pengajar agar memahami pendidikan berbasis Beyond Center and Circle Time. Paling tidak dibutuhkan hingga Rp 20 juta untuk pelatihan saja. Untuk memenuhi kekurangannya, Fuadi membuka donasi melalui situs www.negeri5menara.com. Ia mengisahkan ada seorang siswi SMA yang menyisihkan uang saku agar bisa menyumbang Rp 50 ribu per bulan. "Ini luar biasa," kata dia.
Dari sekolah ini, Fuadi berharap bisa menyebarluaskan ke seluruhnya pelosok Indonesia. Tapi memang diakui dia, perlu ada manajemen yang profesional untuk pengelolaan dan penggalangan dana agar sekolah tetap bisa jalan. Selain masalah dana, Fuadi juga berharap izin pendirian sekolah tidak dipersulit. "Sekarang saja harus melalui banyak meja dan baru bisa diurus kalau sudah setahun," kata dia.
DIANING SARI