TEMPO Interaktif, Jakarta -Kado apa yang diharapkan untuk usia ke 266 tahun? Pangeran Diponegoro yang akan berulangtahun ke 266 tahun pada 11 November mendatang, mendapat kado sebuah opera kolosal selama tiga hari berturut-turut.
"Kami memilih tanggal ternyata tepat dengan kelahiran beliau, ini magic atau apa, tidak tahu," kata Ratna Riantiarno yang ditemui dalam Konferensi Pers Opera Diponegoro di Hotel Grand Kemang, Kamis 3 November 2011.
Ratna bersama Happy Salma dan Iwan Fals akan bermain dalam kisah klasik Diponegoro yang disutradarai Sardono W. Kusumah, Guru Besar Institut Kesenian Jakarta. Sardono mengaku sudah mementaskan 15 kisah dari Babad Diponegoro.
Tapi kisah kali berbeda karena mengungkap karak ter Pangeran bernama Antawirya. "Beliau sosok yang tidak suka perang, tidak suka melihat darah dan ingin selalu damai," ujar dia. Berbeda dengan figur Diponegoro yang selama ini dikenal melalui buku-buku Sejarah.
"Diponegoro itu pahlawan budaya," kata Sardono. Pangeran yang menolak tahta ini mempelajari Bustanul salatin karya Melayu klasik yang ditulis Nuruddin al Raniri. Diponegoro, Sardono menguraikan, lebih suka tinggal di desa dan senang menjadi petani.
Sardono mengisahkan sebuah dialog Diponegoro dengan petani yang mengadu tanahnya dirampas reman suruhan Belanda. "Diponegoro bilang kalau itu benar tanah kamu (petani), maka harus dipertahankan, kalau Belanda yang turun, saya yang akan turun," tutur Sardono.
Pesan sederhana Diponegoro tersebut ternyata menjadi moral keberanian rakyat dalam mempertahankan haknya. Sehingga dalam sekejap, banyak sekali pengikut Diponegoro. "Dia menggunakan pendekatan sosial," kata Sardono
Alasan-alasan tersebut itulah yang membuat Sardono merasa perlu mementaskan karya ini, meski sudah lima belas kali. Apalagi, kata dia, Babad Diponegoro mengandung kualitas setara epik. Kisahnya panjang, penuh lapisan-lapisan cerita lagi seperti halnya Ramayana dan Mahabarata. "Ada beberapa bagian yang relevan dibicarakan saat ini," ujar dia.
Sardono membubuhkan instrumen musik klasik "Requiem" karya Wolfgang Amadeus Mozart dan karya Wagner yang digunakan dalam film Apocalyse Now. Tujuannya untuk mempertajam kisah tragis penangkapan Diponegoro. Karya-karya Mozart, Ia melanjutkan, juga hidup di era Raden Saleh, pelukis Indonesia yang menggambarkan secara luar biasa penangkapan Diponegoro.
Opera selama 120 menit ini didukung 30 penari yang diseleksi dari Jakarta, Yogjakarta, Surakarta dan Bali. Penonton bisa membeli tiket dengan harga mulai dari Rp 150 ribu hingga Rp 750 ribu. Pertunjukkan berjalan selama tiga hari dari 11-13 November 2011.
DIANING SARI