TEMPO Interaktif, Jakarta - Keras, dalam, dan menyentuh. Itulah kesan menonton film bergenre aksi, Warrior. Tak hanya tegang, tetapi menggiring penonton untuk menitikkan air mata.
Kisah bermula dari kembalinya Tommy Riordan (Tom Hardy) dari tugas marinir. Kembali ke rumah ayahnya, Tommy membawa segunung luka. Luka masa lalu, hidup terlunta bersama ibunya, dan luka semasa perang. Tommy memutuskan tidak menggunakan nama keluarga ayahnya, Paddy Conlon (Nick Nolte), tetapi memilih menggunakan Riordan, nama keluarga Ibunya. Tapi ternyata penggunaan nama Riordan bukan semata kebencian terhadap ayahnya. Di tengah cerita akan terungkap kenapa Tommy menyamarkan identitasnya.
Baca Juga:
DI tempat lain, Brendan Conlon (Joel Edgarton), kakak kandung Tommy, hidup sempurna dengan istri dan dua putri sebagai seorang guru fisika SMA. Brendan awalnya memang petarung, tapi akhirnya berhenti demi keluarga. Sayangnya, tuntutan ekonomi tak bisa mengelakkannya untuk kembali ke ring.
Darah petarung yang mengalir pada kakak-beradik ini menyatukan mereka di pertarungan senilai US$ 5 juta bernama Sparta. Pertarungan bela diri segala aliran (Mix Martial Art) menjadi klimaks hubungan Tommy dan Brendan yang terpisah selama 14 tahun.
Adegan-adegan perkelahian sepanjang film memang brutal. Tetapi tidak sampai membuat penonton muak dengan darah, luka, dan kesakitan. Sutradara Gavin O'Connor dan Anthony Tambakis menjahit adegan pertarungan dengan musik orkestra. Jadi, ketika petarungan mencapai titik puncak, penonton justru ikut bersorak.
Penonton tak hanya ikut tegang dalam adegan baku pukul, tapi juga tergiring untuk menangis dalam sejumlah adegan. Dua adegan terbaik dalam film ini adalah ketika Nolte ditolak Edgerson untuk melihat cucunya dan ketika Nolte kembali mabuk demi mendapat perhatian Hardy.
Akting Nolte sebagai ayah yang dulu pemabuk dan kini berusaha meraih kembali anak-anaknya perlu diacungi jempol. Rasa bersalah dan ketidakmampuannya sebagai ayah, membuatnya menjadi pihak yang perlu dikasihani.
Hardy pun tak kalah ciamik memerankan desertir marinir yang frustrasi, Ia tampil seperti orang linglung yang tujuannya hanya balas dendam. Adapun Edgerton, aktingnya sebagai pria baik-baik yang salah memilih jalan, membuat penonton membenarkan apa yang ia pilih.
Meski tak setajam dan sedramatis The Fighter atau Cinderalla Man, Warrior layak menjadi pilihan pelepas penat. Menyaksikan akting Nolte yang memukau adalah suatu kenyamanan tersendiri. Di tengah-tengah akhir yang berbau Hollywood dan sejumlah adegan klise seperti hadirnya petarung dari Rusia, tak ada salahnya untuk menyambangi bioskop terdekat.
DIANING SARI