TEMPO Interaktif, Bandung - Setelah rencana pembuatan film Perang Bubat terganjal, Wakil Gubernur Jawa Barat Dede Yusuf menggulirkan wacana lain. Mantan aktor film itu ingin menggelar Festival Film Sunda.
Menurut Dede Yusuf, ide itu muncul dalam benaknya ketika berdiskusi tentang film di auditorium Bale Rumawat Universitas Padjadjaran, Bandung, Kamis (1/4). Festival Film Sunda, ujarnya, terbuka untuk para pembuat film independen. "Film (berbahasa) Sunda 10 menit bisa dibuat oleh siapa saja," katanya hari ini.
Dia mengatakan kini setiap daerah harus mempunyai film daerah. Kebijakan itu digulirkan Menteri Budaya dan Pariwisata Jero Wacik beberapa waktu lalu. Sayangnya, kata Dede, alokasi anggaran pembuatan film daerah itu sangat ketat. "Pemerintah (daerah) tidak akan mengizinkan pembuatan fim daerah karena banyak yang akan protes, demo, kenapa (dananya) nggak buat pendidikan," ujarnya.
Selain itu, wacana film daerah sejauh ini dinilainya masih abstrak. Padahal, lanjutnya, potensi dan semangat pembuat film di kalangan anak muda, khususnya di Bandung, sangat besar. "Saya terpikir ke industri kreatif lewat film," katanya.
Usulan itu akan dikerjasamakan dengan Festival Film Bandung. Soal tempat acara, Dede menawarkan gedung Asia Africa Culture Center yang baru-baru ini diresmikan dengan nama baru, New Majestic.
Dalam diskusi tersebut, sutradara Hanung Bramantyo sempat menyinggung soal film Perang Bubat. Menurutnya, film itu berpotensi tidak laku di pasaran. "Kalau dengan bumbu horor pasti laku," selorohnya.
Rencana pembuatan film Perang Bubat oleh Pmerintah Provinsi Jawa Barat menimbulkan kontroversi. Kalangan masyarakat yang menolak menilai biaya film hingga miliaran rupiah itu terlalu mahal dan berpotensi menimbulkan konflik antara orang Sunda dengan orang Jawa. Perang Bubat mengisahkan peperangan kerajaan Padjadjaran dengan Majapahit.
ANWAR SISWADI